Yesaya 1:10-17
Seorang perempuan muda Afrika diselamatkan dari hidup yang penuh dosa dan perbudakan. Pada suatu hari Natal, dia datang ke
rumah Tuhan untuk memberikan persembahan sebagai ucapan syukur. Penduduk asli Afrika sangatlah miskin. Paling-paling mereka hanya dapat memberikan sejumlah kecil sayur-sayuran atau seikat bunga untuk menunjukkan kasih mereka kepada Allah. Namun, gadis yang baru bertobat itu menyerahkan sekeping uang logam perak senilai satu dolar Amerika. Misionaris itu amat terkejut. Pada mulanya dia menolak menerima persembahan itu, tetapi akhirnya dia menerimanya. Pada akhir kebaktian, dia bertanya pada gadis itu, “Dari mana engkau memperoleh uang ini?”. Dengan tersenyum gadis itu menjawab, “Saya pergi ke pemilik perkebunan dan menjual diri saya sebagai budak selama hidup untuk memperoleh uang logam itu. Saya ingin mempersembahkan kepada Yesus suatu persembahan yang memuaskan hati saya”. Dia telah mempersembahkan seluruh hidupnya dalam sekali persembahan di hadapan Tuhan (dikutip dari buku, 100 Kisah Yang Menggugah Hati Anda).
Kutipan ilustrasi di atas dimaksudkan untuk memperjelas pemahaman kita tentang bagaimana sikap ibadah dan persembahan yang seharusnya kepada Tuhan. Berdasarkan dua perikop nas hari ini, ada beberapa hal yang dikemukakan sebagai perenungan kita bersama.
Mohonlah agar Tuhan membersihkan atau menyucikan diri kita, menjauhkan dari perbuatan jahat; berbuat baiklah dalam hidup kita, usahakanlah keadilan, bela dan perjuangkanlah kepentingan orang-orang lemah yang tidak berdaya, seperti anak-anak yatim dan janda-janda miskin (bdk. Yesaya 1:16-17). Dengan tidak mengabaikan persembahan kepada Tuhan, semua tindakan itu seharusnya menjadi gaya hidup (life style) yang dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan kita, sebagai buah-buah iman yang diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.
Yesus pun memberikan pemahaman; dalam segala persembahan kita kepada Tuhan, terkandung sikap berdamai dan pengampunan. Karena itu, Yesus menegaskan, sebelum kita menyampaikan persembahan kepada Tuhan, lakukanlah perdamaian, mohonlah ampun kepada sesama kita dan ampunilah sesama kita jika ada hal-hal yang mengganjal dalam hati kita (bdk. Matius 5:23-26).
Persembahan yang benar adalah sebuah perbuatan iman yang total kepada kehendak Allah; hidup kudus, berbuat baik, bertindak adil, peduli dan menolong orang-orang lemah yang tidak berdaya dalam bentuk pelayanan kasih atau diakonia, melakukan perdamainan dan saling mengampuni atau memaafkan. Gadis Afrika dalam ilustrasi di atas, sebenarnya mempersembahkan totalitas hidupnya kepada Allah, sekali pun itu dilakukan di dalam ketidarberdayaan, kelemahan dan keterbatasannya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1).
(Pdt. Gunedi, M Th. - Pendeta Resort GKE Karau Ampah)
sumber : RENUNGAN IMAN GKE