PALANGKA RAYA - Warga masyarakat Kalteng tampaknya belum siap menerima
kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di Bumi Tambun Bungai. Penolakan
terhadap organisasi massa yang direncanakan bakal dilantik dalam waktu
dekat itu dimotori oleh Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng.
Aksi penolakan dilakukan sedikitnya 500 massa MAD. Mereka berkumpul
sejak pukul 13.00 di halaman Betang Kompleks Kantor Gubernur Jalan RTA
Milono Palangka Raya. Meski aksi berjalan dengan tertib, namun
berkali-kali terdengar seruan bernada penuh semangat olololololo
berkumandang bersahut-sahutan.
Acara spontanitas itu akhirnya mengeluarkan pernyataan sikap yang
ditandatangani Ketua DAD Provinsi Kalteng Sabran Achmad dan Wakil
Sekretaris Rusini Anggen itu. Mereka menolak tegas keberadaan organisasi
dan pengurus FPI di Bumi Tambun Bungai Kalteng.
"Penolakan terhadap FPI ini bukan karena sentimen agama, karena di DAD
kita ada yang beragama Kristen, Katolik, Kaharingan dan Islam. Tapi
karena kami mempertimbangkan organisasi itu identik dengan kekerasan dan
anarkis, seperti yang selama ini diberitakan di berbagai media massa,"
kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Dayak Indonesia Yansen A Binti, usai
pernyataan sikap dan deklarasi, Jumat (10/2).
Ia menyebut, bukan hanya perwakilan DAD dari 14 kabupaten/kota yang
menolak kehadiran organisasi yang sedianya mau mengukuhkan ke pengurusan
FPI Kalteng pada Minggu (12/2) ini. Tetapi paguyuban masyarakat lain
seperti Jawa, Batak, Manado, Banjar, dan Cina pun menyatakan
penolakannya.
"Kita sudah bertemu dengan perwakilan paguyuban suku-suku yang lain, dan
mereka pun menyatakan penolakannya," tegas Yansen.
Dikatakannya, aksi FPI yang terekam media massa selama ini tidak sesuai
dengan filosofi Huma Betang di Kalteng yang menjunjung tinggi perdamaian
dan anti kekerasan, serta hidup dengan toleransi tinggi antar umat
beragama. Sementara FPI kerap menggunakan kekerasan untuk mencapai
tujuannya.
Yansen menyebut, jika FPI beralasan keberadaannya di Kalteng untuk
membantu mengatasi penyakit masyarakat (pekat), hal itu tak perlu.
Sebab, organisasi yang sudah berdiri di Bumi Tambun Bungai ini sudah
cukup untuk membantu mengatasi persoalan tersebut.
Dibincangi di tempat terpisah, perwakilan DAD Kabupaten Murung Raya
(Mura) Sumardi juga menyatakan hal yang sama. Sumardi yang datang
bersama empat rekannya ini menyebut, mereka diutus Ketua DAD Mura untuk
hadir dalam pernyataan sikap itu sekaligus mengantisipasi hal-hal yang
tidak diinginkan.
"Keputusan DAD Kalteng sudah jelas menolak keberadaan FPI, maka ini pula
yang akan kami sampaikan ke daerah nantinya," terang Sumardi.
Sementara itu, sedikitnya sekitar 150 massa bergerak mencari
spanduk-spanduk yang bertuliskan rencana pendirian FPI dan ucapan
selamat datang kepada Ketua FPI Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein
Shihab yang biasa disebut Habib Rizieq ini, dengan tujuan menurunkannya.
Namun Sekda Kota Palangka Raya Sanijan S Toembak menyebut penurunan
spanduk itu spontan dilakukan massa setelah mendapat kejelasan,
spanduk-spanduk yang dipasang di beberapa titik itu belum mengantongi
surat izin. Jadi sebenarnya tanpa diturunkan oleh massa pun, Pemerintah
Kota (Pemko) Palangka Raya akan menurunkannya sama seperti pada baliho
atau spanduk tak berizin lainnya.
"Tadi saya berkoordinasi dengan Dinas Tata Kota, bangunan dan pertamanan
terkait izin pemasangan spanduk tersebut, ternyata dikatakan tidak ada
izinnya," sebut Sanijan yang mengaku hadir sebagai salah satu anggota
masyarakat.
Terkait deklarasi pembentukan Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak
Kalteng, menurut Sanijan, bukan dibentuk karena rencana FPI masuk
Kalteng. "Pembentukan itu sudah lama, bahkan ada peraturan daerah yang
mengaturnya, yakni Perda Provinsi Kalteng Nomor 16 Tahun 2008 Tentang
Kelembagaan Adat Dayak di Kalteng Bab VII Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2,"
papar Sanijan.
***
PENUMPANG BUBAR :
Sebelumnya, massa yang menggunakan menumpang sedikitnya 80 kendaraan
roda dua dan lima buah mobil melakukan sweeping spanduk keliling kota,
hingga sampai Bandara Tjilik Riwut. Mereka juga sempat debat dengan
petugas. Tak pelak, kehadiran ratusan massa ini sempat membuat penumpang
bubar.
Pasalnya, petugas di bandara tidak mengizinkan massa masuk untuk mencari
kemungkinan adanya spanduk-spanduk itu di dalam gedung bandara, seperti
lazimnya ucapan selamat datang yang bersifat insidentil.
Setelah adu debat dengan petugas yang pasang badan sambil merentangkan
tangannya menutupi pintu masuk massa pun memilih mundur, dengan alasan,
kedatangan mereka ke bandara bukan untuk membuat keributan
sumber: kaltengpos.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar